Membangun Optimisme dengan Sikap Positif
Oleh Arda Dinata
ORANG
menjadi kuat, pada dasarnya karena mentalnya kuat. Orang menjadi lemah,
karena mentalnya lemah. Begitu juga, orang sukses, karena ia memiliki
keinginan untuk sukses. Dan orang yang gagal, karena ia berbuat gagal.
Dalam hal ini, ada keterangan yang menyebutkan bahwa: “Orang yang kuat lebih disukai dan lebih baik dari orang yang lemah.” Jadi, manusia tangguh dan kuat itu, sudah seharusnya menjadi cita-cita kita dalam rangka mengabdi kepada-Nya.
Dalam
hal ini, kesuksesan menurut pandangan agama Islam itu memiliki dua
syarat pokok. Yakni iman dan ilmu. Kedua hal ini, kalau kita kaji secara
rinci, jelas-jelas memiliki pengaruh sangat besar dalam kehidupan
manusia. Dengan kuatnya iman seseorang, maka ia akan sangat berpengaruh
terhadap kualitas kehidupan manusia. M. Ridwan IR Lubis, menyebutnya ada
tiga pengaruh iman yaitu berupa: kekuatan berpikir (quwatul idraak), kekuatan fisik (quwatul jismi), dan kekuatan ruh (quwatur ruuh).
Sedangkan
menurut M. Yunan Nasution, mengungkapkan bahwa pengaruh iman terhadap
kehidupan manusia itu berupa: iman akan melenyapkan kepercayaan kepada
kekuasaan benda; menanamkan semangat berani menghadapi maut; membentuk
ketentraman jiwa; dan membentuk kehidupan yang baik.
Menyikapi
keadaan seperti saat ini, kita seharusnya tidak menjadi pesimis dan
berserah diri. Kita harus optimis dan selalu berusaha untuk mencapai
yang terbaik dalam hidup ini. Sehingga untuk menjadikan pribadi pantang
menyerah dan tangguh ini, maka dalam diri kita harus tertanam sikap
optimis, berpikir positif, dan percaya diri.
Setiap
manusia harus memiliki optimisme dalam menjalani kehidupan. Dengan
sikap optimis, langkah kita akan tegar menghadapi setiap cobaan dan
menatap masa depan penuh dengan keyakinan. Karena garis kehidupan setiap
manusia sudah ditentukan-Nya. Tugas kita adalah hanya berusaha,
berpikir dan berdoa. Atau kita harus luruskan niat dan sempurnakan
ikhtiar.
Sedikitnya,
ada tiga pengaruh dari sifat optimisme bagi kehidupan manusia. Pertama,
optimisme dapat menumbuhkan cinta akan kebaikan di dalam diri manusia
dan menumbuhkan perkembangan baru dalam pandangannya tentang kehidupan.
Kedua,
optimisme mampu mengurangi sejumlah problema dalam kehidupan manusia.
Wajah-wajah optimis akan memancarkan kebahagiaan. Tidak saja pada saat
mencapai kepuasan, tetapi dalam segala situasi.
Ketiga,
orang yang menjadikan sifat optimis sebagai bagian dari kehidupannya,
maka akan tumbuh kepercayaan di antara anggota masyarakat. Dan
kepercayaan tersebut merupakan sebab yang mendesak dalam memulihkan dan
memajukan umat (bangsa) yang sedang “sakit” seperti saat ini.
Setelah
kita mampu bersikap optimis, lalu pola pikir kita juga harus dibiasakan
berpikir secara positif dan percaya diri. Berpikir positif kepada
siapa?
Berpikir Positif Kepada Sang Pencipta
Setiap
kejadian, peristiwa dan fenomena kehidupan ini pasti ada sebab
musababnya. Artinya segala kejadian di dunia ini telah Allah atur dengan
secermat-cermatnya. Tinggal bagaimana kita menyikapi setiap kejadian
itu melalui akal dan pikiran yang dilandasi dengan ilmu-ilmu Allah.
Jadi,
tugas kita, hanya berpikir dan membaca. Ada apa dibalik semua itu?
Lalu, kita mengambil pelajaran dari setiap kejadian tersebut dan
selanjutnya mengamalkan yang baiknya dalam perilaku keseharian.
Berpikir Positif Terhadap Diri Sendiri
Setiap
manusia, dilahirkan sebagai pribadi yang unik. Karena bagaimanapun
wajah dan sifat kita mirip dengan orang lain. Tapi, yang jelas ada saja
perbedaan antara keduanya. Sifat dan pribadi unik itu, harus kita jaga.
Itu adalah potensi positif, modal dasar untuk mencapai keleluasaan
langkah kita dalam menjalani kehidupan ini. Bagaimana orang lain akan
menjunjung kita, kalau diri kita sendiri meremehkan dan tidak
‘mengangkatnya’.
Selain itu, kita juga harus yakin bahwa kita dilahirkan ke dunia ini sebagai sang juara, the best. Fakta
membuktikan, dari berjuta-juta sel sperma yang disemprotkan Bapak kita,
tetapi ternyata yang mampu menembus dinding telur Ibu kita dan dibuahi,
hanya satu. Itulah kita, “sang juara”. Hal ini, kalau kita sadari akan
menjadi sebuah motivasi luar biasa dalam menjalani hidup ini.
Berpikir Positif Pada Orang Lain
Orang
lain itu, manusia biasa sama dengan kita. Dia mempunyai kesalahan dan
kekhilafan. Yang tentu hati nuraninya tidak menghendakinya. Pandanglah,
orang lain itu dari sisi positifnya saja dan menerima sisi negatifnya
sebagai pelajaran bagi kita.
Belajarlah
dari seekor burung Garuda. Ia mengajarkan anaknya untuk terbang dari
tempat yang tinggi dan menjatuhkannya. Lalu jatuh, diangkat lagi dan
seterusnya sampai ia bisa terbang sendiri. Hati Garuda juga bersih,
tidak mendendam. Ia kalau waktunya bermain “cakar-cakaran”. Tapi, kalau
di luar itu ia akur, damai kembali.
Berpikir Positif Pada Waktu
Setiap
manusia diberi waktu yang sama, dimana pun dia berada. Sebanyak 24 jam
sehari atau 86.400 detik sehari. Waktu itu, ingin kita apakan? Kita
gunakan untuk tidur seharian, kerja keras, mengeluh, berdemontrasi,
bergunjing, santai, menuntut ilmu, menolong orang lain, melamun, ibadah,
dan lainnya. Waktu itu tidak akan protes. Yang jelas, setiap detik
hidup kita akan diminta pertanggungjawabannya kelak. Bagi mereka yang
biasa mengisi waktunya dengan amal-amalan saleh/kebaikan dan berada
dalam keimanan, maka ia akan memperoleh kehidupan yang lebih baik.
No comments:
Post a Comment